KOMPAS.com - Wakil Menteri Pertanian ( Wamentan) Sudaryono menegaskan bahwa swasembada pangan bukan sekadar ambisi politis semata, melainkan langkah penting untuk menuju kedaulatan bangsa.
Sudaryono juga mengkritik pandangan yang menyebut impor pangan sebagai hal biasa karena dapat dikompensasi dengan ekspor komoditas lain, seperti kelapa sawit.
“Opini tersebut menurut saya sangat berbahaya. Kenapa mesti swasembada? Karena hanya dengan memenuhi kebutuhan pangan dari produksi kita sendiri, kita bisa bicara tentang ketahanan. Dari sana (bisa) menuju kedaulatan pangan,” ujar Sudaryono dalam keterangan resmi yang diterima Kompas.com, Minggu (22/6/2025).
Lebih lanjut, Sudaryono menekankan bahwa kedaulatan pangan bukan retorika belaka, tetapi kebutuhan strategis bangsa untuk pemenuhan pangan rakyat.
Baca juga: Bulog Jatim Catat Serapan Beras Tertinggi Nasional, Tembus 500.000 Ton
“Kedaulatan artinya negara tidak mudah diintervensi oleh kekuatan lain, baik negara, lembaga swadaya masyarakat (LSM), maupun kepentingan asing. Kedaulatan dimulai dari perut rakyat yang terisi oleh hasil tani bangsa sendiri,” tegasnya.
Menurutnya, pandemi Covid-19 memberi pelajaran berharga bahwa dalam situasi krisis, tidak ada jaminan negara lain akan memenuhi kebutuhan pangan, meskipun negara tersebut memiliki anggaran.
Hal itu menjadi pengingat bahwa uang tidak selalu dapat membeli pangan pada saat sulit.
“Maka, jangan sampai kebutuhan pokok seperti beras dan jagung menjadi titik lemah kita di hadapan dunia,” ujarnya.
Baca juga: Serapan Gabah dan Beras Capai 2,1 Juta Ton, Bulog Pastikan Kualitas CBP Terjaga Optimal
Lebih lanjut, Sudaryono mengulas tentang anjloknya harga saat panen raya beberapa tahun terakhir.
Adapun pemerintah di bawah komando Presiden Prabowo Subianto hadir di tengah masyarakat mengatasi permasalahan tersebut.
“Presiden sudah menetapkan harga pokok penjuala (HPP) gabah kering panen di sawah sebesar Rp 6.500 per kilogram (kg). Jika pasar tidak mampu menyerap, negara hadir melalui Perusahaan Umum (Perum) Badan Urusan Logistik ( Bulog) yang ditugaskan membeli langsung dari pematang sawah,” kata Sudaryono.
Perubahan kebijakan tersebut, lanjutnya, merupakan lompatan besar.
Dulu, Bulog hanya membeli beras dari gudang. Kini, Bulog langsung menyerap gabah petani di sawah sehingga kehadiran negara lebih nyata dan efektif menjaga stabilitas harga.
Baca juga: Stok CBP Capai 3,7 Juta Ton, Wamentan Pastikan Bulog Bisa Jaga Kualitas Beras
“Bulog bukan lagi ketemu beras, tapi ketemu sawah. Ini langkah yang sangat strategis untuk menjaga nilai jual petani,” tegasnya.
Pihaknya juga membeberkan capaian luar biasa dari program tersebut. Hingga pertengahan Juni 2025, Bulog telah menyerap lebih dari 2,5 juta ton gabah yang setelah diolah menjadi beras kini memenuhi gudang negara.
Jika ditambah stok beras sejak 2024, maka total stok beras nasional yang dikelola Bulog kini mencapai lebih dari 4 juta ton.
“Ini angka tertinggi sepanjang sejarah berdirinya Republik Indonesia,” ungkapnya.
Ia juga menjelaskan bahwa Bulog hanya menyerap sekitar 10 persen dari total panen nasional. Artinya, total panen padi nasional diperkirakan mencapai 25 juta ton.
Baca juga: HUT Ke-58, Bulog Bagikan 144 Paket Bansos untuk Anak Yatim Piatu dan Tahfiz Al Quran
"Kadang-kadang orang mikirnya bahwa semua panenan itu dibeli Bulog, bukan. Bulog hanya membeli kira-kira 10 persen di daerah-daerah yang sulit, di daerah-daerah yang di mana pasar tidak bisa membeli. Pedagang beras tidak bisa beli, di situ Bulog hadir," imbuh Sudaryono.
Ia juga menegaskan bahwa pemerintah Indonesia saat ini menargetkan tidak lagi melakukan impor untuk komoditas strategis seperti beras, jagung, gula konsumsi, dan garam konsumsi.
Adapun tiga di antaranya menjadi tanggung jawab langsung Kementerian Pertanian (Kementan).
Selama kepemimpinannya, aduan yang didapatkan dari petani yang menyempatkan berkomunikasi dengannya dipusatkan kepada permasalahan benih unggul, air dan irigasi, pupuk subsidi, serta jaminan harga saat panen.
“Petani butuh benih yang baik, dan sekarang kami sudah bekerja sama dengan kampus-kampus besar, seperti IPB University untuk memproduksi benih unggul,” jelasnya.
Baca juga: Cadangan Beras Pemerintah 3,5 Juta Ton, Rektor IPB Apresiasi Serapan Gabah Bulog
Selain itu, Sudaryono menyebutkan masalah irigasi pun tengah dijawab oleh pemerintah dengan investasi besar, yaitu Rp 12 triliun untuk memperbaiki 83.000 titik irigasi. Ada pula tambahan Rp10 triliun disiapkan bila diperlukan.
“Air adalah kunci. Tanpa air, percuma kita bicara tentang pangan,” sebutnya lagi.
Terkait persoalan pupuk, pemerintah telah memangkas 145 regulasi terkait distribusi pupuk subsidi untuk mempercepat penyaluran pupuk kepada petani.
Pemangkasan tersebut dilakukan untuk menghilangkan hambatan dan mempersingkat rantai distribusi pupuk.
Sudaryono juga menyampaikan bahwa alokasi pupuk subsidi pada 2025 mencapai 9,5 juta ton, dua kali lipat lebih banyak dibanding 2023 yang hanya 4,7 juta ton.
Baca juga: Peneliti UI: Bulog Berperan Strategis dalam Wujudkan Swasembada Pangan
“Kalau dulu petani yang cari pupuk, sekarang pupuk yang cari petani,” imbuhnya.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) turut memperkuat klaim pemerintah. Pada kuartal pertama 2025, produksi padi dan beras tercatat meningkat 54 persen dibanding periode sama pada 2024.
Sementara, produksi jagung naik 39 persen menandai keberhasilan strategi intensifikasi dan subsidi yang lebih tepat sasaran.
“Ini bukan kerja satu malam. Tapi kalau kita terus konsisten, bukan mustahil kita akan melihat Indonesia benar-benar berdiri tegak sebagai negara yang berdaulat secara pangan,” kata dia.