KOMPAS.com - Wakil Menteri Pertanian ( Wamentan) Sudaryono melakukan kunjungan strategis ke salah satu institusi riset pertanian terbaik dunia, Wageningen University and Research (WUR) di Belanda.
Kunjungan tersebut dilakukan untuk mempercepat transformasi pertanian nasional dan mengurangi ketergantungan terhadap impor pangan.
Dalam kunjungan tersebut, Wamentan Sudaryono didampingi Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Arif Satria serta jajaran Kementerian Pertanian (Kementan) dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Kunjungan tersebut sekaligus menjadi bagian dari misi besar pemerintah Indonesia untuk menjalin kolaborasi internasional di bidang riset dan teknologi pertanian.
Wamentan Sudaryono menjelaskan kunjungannya ke WUR dilakukan untuk mencari solusi atas berbagai tantangan pangan dan pertanian di Indonesia.
Baca juga: Produksi Melimpah Bikin Harga Ayam Hidup Anjlok, Kementan Incar Pasar Ekspor Unggas
Kunjungan tersebut sekaligus mengeksplorasi dan mengadopsi teknologi pertanian mutakhir yang relevan bagi kondisi Indonesia. Tujuannya, untuk meningkatkan produktivitas, mengurangi ketergantungan impor, dan meningkatkan kesejahteraan petani.
Pihaknya ingin mencari solusi teknologi terbaik, mana yang bisa diadopsi dan kerjakan. Inisiatif ini dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan produktivitas pertanian nasional. Dengan demikian, pemerintah dapat memperbanyak ekspor dan mengurangi impor.
"Pemerintah ingin segera mewujudkan swasembada pangan dan menjadi negara yang berdaulat dalam bidang pangan," kata Wamentan Sudaryono dalam siaran tertulis yang diterima Kompas.com, Sabtu (3/5/2025).
Dalam dialog bersama peneliti WUR, Wamentan Sudaryono atau yang akrab disapa Mas Dar itu juga menyoroti isu krusial terkait produktivitas kedelai. Kedelain sendiri merupakan komoditas penting yang masih bergantung pada impor dalam jumlah besar untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
"Indonesia tidak bisa terus bergantung pada kedelai impor. Kami butuh terobosan teknologi agar petani mampu memproduksi kedelai secara lebih efisien dan berdaya saing," tuturnya.
Sebagai informasi, pertemuan tersebut membahas berbagai potensi kerja sama, seperti pengembangan varietas kedelai unggul yang adaptif terhadap iklim tropis, pemanfaatan sistem pertanian presisi (precision farming) berbasis data dan kecerdasan buatan, model pertanian berkelanjutan untuk meningkatkan efisiensi input dan hasil panen, serta pertukaran peneliti dan pelatihan teknis bagi petani serta akademisi Indonesia.
"Selain teknologi, kolaborasi ini juga memperkuat sistem riset, inovasi, dan pendidikan pertanian di Tanah Air," ujar Mas Dar, sapaan karibnya.
Wageningen University dikenal luas sebagai pemimpin di bidang agroteknologi, bioteknologi, dan riset pertanian tropis.
Baca juga: Masih Ada Harga Gabah di Bawah HPP, Kementan: Kami Bantu Info ke Bulog
Pemerintah berharap, pihaknya dapat memanfaatkan keunggulan tersebut untuk mempercepat pencapaian target swasembada pangan sekaligus membangun ekosistem pertanian modern yang berbasis sains dan teknologi.
Kementerian Pertanian, lanjut Mas Dar, membuka diri untuk semua bentuk inovasi dan kemitraan yang bisa mendorong pertanian Indonesia menjadi mandiri, modern, dan mendunia.
Saat ini, pemerintah juga fokus meningkatkan produktivitas komoditas pertanian lain setelah keberhasilan mencatatkan surplus beras dan serapan gabah yang tinggi oleh Perum Bulog.
Langkah ini merupakan bagian dari strategi memperkuat ketahanan pangan nasional, khususnya untuk komoditas pangan strategis, seperti kedelai yang masih bergantung pada impor.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi gabah nasional hingga April 2025 mencapai 13,95 juta ton. Pemerintah berhasil melakukan surplus beras 2,8 hingga 3 juta ton ketimbang konsumsi domestik yang hanya 10,37 juta ton.
Perum Bulog sendiri telah menyerap lebih dari 1,8 juta ton setara beras hingga hari ini. Ini merupakan yang tertinggi dalam 5-10 tahun terakhir dengan rata-rata paling tinggi 1,2 juta ton.
Kebijakan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah Rp 6.500 per kg dan penghapusan rafaksi menjadi kunci lonjakan serapan ini.
Mas Dar yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Pengawas Bulog menegaskan bahwa keberhasilan tersebut menjadi fondasi untuk memperluas fokus ke komoditas lain seperti kedelai.
“Setelah beras surplus, pemerintah ingin memastikan komoditas strategis lain, seperti kedelai juga mandiri. Ini bagian dari visi menjadikan Indonesia lumbung pangan dunia,” ujarnya.
Mas Dar menilai, kunjungan ke WUR menjadi simbol bahwa pemerintah Indonesia tidak tinggal diam dalam menghadapi tantangan krisis pangan dan ketergantungan impor serta peningkatan kesejahteraan petani.
Inisiatif ini dilakukan dalam rangka menuju swasembada beras serta memberikan harga baik untuk pembelian hasil petani berupa kenaikan harga pembelian pemerintah gabah kering panen.
“Dengan swasembada beras, petani semakin termotivasi, hasil produksi juga semakin meningkat dan stok cadangan beras pemerintah semakin kuat melalui Bulog," ujar Mas Dar.