KOMPAS.com - PT Perusahaan Listrik Negara ( PLN) (Persero) berkomitmen menjalankan transisi energi sebagai katalisator pertumbuhan ekonomi Indonesia agar dapat mencapai 8 persen.
Hal itu searah dengan visi Asta Cita dari Presiden Prabowo Subianto yang ingin menuju swasembada energi berkelanjutan di Tanah Air.
Direktur Transmisi dan Perencanaan Sistem PLN Evy Haryadi mengatakan, pihaknya berkomitmen mendukung visi pemerintah dalam memaksimalkan pemanfaatan sumber energi baru terbarukan ( EBT) sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
“Mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen memerlukan infrastruktur energi yang aman dan berkelanjutan. Tanpa listrik yang andal, kita tidak dapat mencapai target pertumbuhan tersebut,” ujarnya dalam siaran pers, Kamis (14/11/2024).
Dia mengatakan itu dalam diskusi panel bertajuk "Driving 8% Economic Growth Through Sustainable Initiatives" di Conference of the Parties (COP29) di Azerbaijan, Selasa (12/11/2024).
Evy menjelaskan, PLN telah merancang pengembangan kapasitas energi terbarukan hingga 75 Gigawatt (GW) pada 2040.
Baca juga: Dukung Transisi Energi Berkelanjutan di Indonesia, PLN Fokus pada Pendanaan Hijau
Selain itu, PLN juga merancang pembangunan jaringan transmisi listrik bertajuk Green Enabling Transmission Line sepanjang 70.000 kilometer sirkuit (kms).
Hal itu dilakukan untuk menyalurkan listrik hijau dari sumber-sumber EBT yang mayoritas berada di daerah terpencil ke pusat demand.
Tidak hanya itu, PLN juga tengah menyiapkan teknologi smart grid agar sistem kelistrikan nasional mampu mengakomodasi sifat intermitensi dari pasokan listrik berbasis EBT intermittent, seperti pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dan pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB).
"Pembangunan infrastruktur sebesar itu tentu akan menimbulkan efek domino yang sangat besar terhadap perekonomian,” ujarnya.
Evy menyebutkan, inisiatif itu akan menciptakan banyak lapangan kerja bagi masyarakat Indonesia, baik pekerjaan formal maupun informal.
Menurutnya, industri-industri baru yang terkait dengan inisiatif berkelanjutan juga akan bertumbuh.
“Misalnya produsen PLTS dan baterai akan bangkit dan melalui inovasi serta transfer teknologi yang akan meningkatkan kapasitas industri lokal," jelasnya.
Lebih lanjut, Evy mencontohkan besarnya potensi EBT dan kebutuhan energi di Indonesia bagian timur.
Di sana, pemerintah telah merencanakan pembangunan beberapa Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), seperti di Sorong, Timika, hingga Raja Ampat yang membutuhkan pasokan energi yang memadai.
"Di Indonesia timur, potensi pengembangan energi terbarukan sangat menjanjikan. Infrastruktur energi baru dapat meningkatkan ekonomi regional,” katanya.
Untuk itu, Evy menegaskan, penambahan kapasitas pembangkit 1 GW yang direncanakan di Papua diperkirakan dapat meningkatkan produk domestik regional bruto (PDRB) wilayah tersebut hingga 240 persen.
Baca juga: Perkuat Ekosistem, PLN Resmikan One Stop EV Charging di Bandung
Sementara itu, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Eniya Listiani Dewi menyampaikan, salah satu visi Presiden Prabowo Subianto adalah memastikan ketahanan energi (energy security) melalui transisi energi.
"Presiden ingin mendorong kemandirian nasional kita dan tentunya menciptakan pertumbuhan ekonomi, green economy dan blue economy,” ujarnya dalam panel pada COP 29, Selasa.
Di saat bersamaan, pemerintah perlu mendukung visi untuk mencapai pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen.
Eniya memaparkan, Indonesia memiliki potensi EBT yang sangat besar untuk mencapai 13,8 terawatt (TW).
"Tentunya dari pemerintah akan menyusun kebijakan energinya dan membuat inovasi-inovasi baru mengenai perencanaan kami 10 tahun ke depan,” katanya.
Baca juga: PLN Siap Dukung Transisi Energi Indonesia melalui Pembangkit EBT di COP 29
Eniya menambahkan, pemerintah segera meluncurkan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) dengan PLN.