KOMPAS.com - PT Perusahaan Gas Negara Tbk ( PGN) menegaskan komitmennya dalam memperkuat infrastruktur gas bumi nasional untuk memastikan pasokan energi bersih yang andal, terjangkau, dan merata.
Melalui strategi pengembangan jangka panjang, PGN terus menjawab tantangan ketidaksesuaian antara lokasi pasokan dan permintaan gas bumi, khususnya di wilayah dengan kebutuhan tinggi, seperti Sumatera dan Jawa bagian barat.
Direktur Utama PGN Arief S Handoko mengatakan bahwa infrastruktur menjadi kunci utama dalam memperkuat konektivitas distribusi gas.
"Berkaca pada kondisi saat ini, permintaan gas bumi di wilayah Sumatera dan Jawa bagian barat sangat tinggi. Namun, masih terdapat kekurangan infrastruktur gas bumi yang memadai. Sementara itu, pasokan gas justru berlebih di wilayah Jawa Timur," ujarnya dalam keterangan resmi, Senin (21/7/2025).
Baca juga: PGN Perkuat Peran Strategis Energi Nasional, Siap Kawal Akses Gas Bumi hingga Penjuru Negeri
Pernyataan tersebut disampaikan Arief dalam diskusi Coffee Morning bersama CNBC Indonesia, Kamis (17/7/2025).
Sejalan dengan Arief, Deputi Keuangan dan Komersialisasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Kurnia Chairi juga memiliki pandangan serupa terkait kondisi gas saat ini.
Menurutnya, potensi pasokan gas di Indonesia secara nasional masih mencukupi, tetapi distribusinya kerap terkendala oleh ketidaksesuaian lokasi antara produksi dan konsumsi.
“Overall dari keseluruhan supply tidak defisit karena kami ekspor, artinya memang kelebihan gas. Seperti yang disampaikan Pak Arief tadi, ada lokasi tertentu di mana pembeli berkumpul di sana dan tidak sesuai dengan sumber pasokannya,” ucap Kurnia.
Baca juga: Gas Flaring Lesatkan Emisi Karbon, Sumbang 389 Juta Ton pada 2024
Untuk mengatasi hal tersebut, PGN berupaya memenuhi sebagian permintaan gas melalui pemanfaatan liquefied natural gas ( LNG) sebagai alternatif pasokan.
Arief juga menekankan pentingnya keberlanjutan pasokan LNG domestik agar dapat dioptimalkan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
“Tantangan selanjutnya adalah bagaimana PGN dapat memperoleh pasokan LNG secara kontinu dan sustain, dengan harga yang tetap kompetitif bagi pelanggan,” tambahnya.
Terkait harga LNG, Ketua Indonesian Gas Society (IGS) Aris Mulya Azof menekankan bahwa peralihan dari pemanfaatan gas pipa ke LNG memunculkan tantangan baru.
Baca juga: Negosiasi Tarif, RI Mau Impor LPG dan LNG Rp 251 Triliun dari AS
Menurutnya, tantangan tersebut berkaitan dengan struktur harga yang mengikuti acuan internasional serta kompleksitas infrastruktur yang lebih tinggi.
Aris menilai, untuk mengantisipasi dinamika tersebut dibutuhkan kebijakan yang terintegrasi dari pemerintah.
Saat ini, PGN tengah mengembangkan berbagai proyek strategis, baik infrastruktur gas pipa maupun LNG.
Proyek yang dimaksud mencakup pembangunan pipa Tegal-Cilacap, terminal LNG Arun, serta revitalisasi floating storage and regasification unit (FSRU) dan tangki penyimpanan.
PGN mencanangkan alokasi investasi sebesar 67 persen dari total capital expenditure (capex) sebagai bentuk komitmen dalam memperkuat infrastruktur gas bumi.
Baca juga: Capex dan Opex dalam Bisnis: Pengertian dan Contohnya
Arief juga menyampaikan, terdapat empat faktor utama yang dapat menjelaskan kondisi gas nasional saat ini, yakni ketersediaan pasokan dari hulu, infrastruktur yang memadai, daya beli pelanggan, serta keberlanjutan seluruh aspek dengan dukungan kebijakan dan regulasi dari pemerintah.
Melalui pendekatan strategi Grow-Adapt-Step Out (G-A-S), PGN terus berupaya memperkuat infrastruktur gas yang akan meningkatkan accessibility energi.
Dari sisi kebijakan, diperlukan komitmen pemerintah dalam memberikan stimulus yang memungkinkan agar PGN memperoleh LNG dengan harga yang terjangkau.
“Dengan dukungan pemerintah, PGN siap menjangkau penyaluran energi bersih ke seluruh wilayah Indonesia,” tegas Arief.