KOMPAS.com - Peneliti The Reform Initiative (TRI) sekaligus dosen Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga (Unair) Unggul Heriqbaldi menyoroti peran Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia dalam pembangunan Precious Metal Refinery (PMR) di Gresik, Jawa Timur (Jatim).
Adapun PMR diresmikan secara langsung oleh Presiden Prabowo Subianto pada Senin (17/3/2025) dan disebut bisa memproduksi emas hingga 70 ton per tahun.
Unggul mengatakan, pembangunan PMR di Gresik merupakan dampak dari hilirisasi yang sudah dijalankan Bahlil sejak masih menjabat sebagai Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Hal itu berlanjut saat ini, ketika Bahlil juga dipercaya Prabowo sebagai Ketua Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional.
"Peran beliau sangat strategis dalam memastikan proses hilirisasi menciptakan nilai tambah ekonomi yang tinggi,” katanya dalam keterangan yang diterima Kompas.com, Rabu (19/3/2025).
Baca juga: Prabowo Tinjau Produksi Logam Mulia di Smelter Freeport, Sebut Pencapaian Terbesar
Lebih dari itu, kata dia, Bahlil berupaya memastikan hilirisasi berdampak signifikan dalam konteks penerapan dan inovasi teknologi di sektor-sektor yang dikembangkan.
Unggul menilai, keberhasilan hilirisasi industri pertambangan di Indonesia tidak terlepas dari strategi Bahlil dalam mengintegrasikan teknologi, peningkatan sumber daya manusia (human capital), serta kepemilikan sumber daya yang dimiliki Indonesia.
"Kombinasi teknologi, human capital, dan kepemilikan sumber daya dapat menjadi game changer bagi pertumbuhan ekonomi dan daya saing Indonesia," jelasnya.
Lebih lanjut, Unggul menilai, peresmian PMR di Gresik menjadi salah satu tonggak penting dalam penguatan hilirisasi industri pertambangan di Indonesia.
Smelter itu, kata dia, akan berperan dalam pengolahan logam mulia, seperti emas, perak, dan platinum.
Baca juga: Prabowo Sebut Smelter Emas di Gresik Impian RI Puluhan Tahun
Produk-produk logam itu diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah ekonomi serta memperkuat posisi Indonesia di pasar global.
Unggul menyebutkan, keberadaan PMR di Gresik juga membuka peluang besar bagi Indonesia dalam ekspor logam mulia dalam bentuk produk olahan berkualitas tinggi.
"PMR di Gresik akan memungkinkan Indonesia untuk mengekspor logam mulia dalam bentuk produk olahan berkualitas tinggi, bukan hanya sebagai bahan mentah,” ujarnya.
Jika dibandingkan dengan ekspor emas mentah, sebutnya, pemurnian dalam negeri dapat meningkatkan nilai tambah hingga 30-40 persen, tergantung pada kadar kemurnian dan produk akhir yang dihasilkan.
Selain manfaat ekspor, keberadaan PMR juga memberikan dampak signifikan terhadap industri dalam negeri.
Unggul menjelaskan, industri perhiasan, elektronik, serta katalis dan otomotif akan mendapat manfaat dari pasokan bahan baku berkualitas tinggi yang dihasilkan smelter tersebut.
Baca juga: Ada Smelter Baru di Gresik, Produksi Emas Indonesia Disebut Bisa Capai 70 Ton Per Tahun
"Dengan pasokan emas dan perak yang lebih terjamin serta berkualitas tinggi, industri perhiasan dalam negeri dapat meningkatkan daya saingnya di pasar global,” katanya.
Menurutnya, kota-kota, seperti Surabaya dan Jakarta yang memiliki klaster industri perhiasan, bisa memperoleh manfaat besar dengan adanya smelter itu.
Dari sisi perekonomian Jawa Timur (Jatim), khususnya Gresik, wilayah ini telah memiliki ekosistem industri yang matang dengan adanya kawasan ekonomi khusus (KEK) dan pelabuhan ekspor yang strategis.
Dengan kehadiran PMR, wilayah tersebut diharapkan semakin berkembang sebagai pusat industri hilirisasi mineral dan metalurgi.
"Integrasi dengan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Gresik serta penguatan pelabuhan dan logistik akan semakin meningkatkan efisiensi distribusi produk hasil pemurnian, baik untuk ekspor maupun kebutuhan domestik," jelasnya.
Baca juga: Resmikan Smelter Emas Freeport, Prabowo: Ini yang Terbesar di Dunia dari Hulu sampai Hilir
Lebih lanjut, Unggul memaparkan, dengan berbagai manfaat yang ditawarkan PMR Gresik, Indonesia diharapkan dapat mengurangi ketergantungan pada ekspor bahan mentah serta memperkuat daya saing industri hilir berbasis mineral di tingkat global.
Pada kesempatan sebelumnya, Menteri Bahlil mengungkapkan, nilai investasi smelter atau pabrik pemurnian emas PT Freeport Indonesia ( PTFI) di Gresik mencapai Rp 10 triliun.
Dia menyebutkan smelter tembaga dengan desain single line terbesar di dunia itu mampu memurnikan konsentrat tembaga dengan kapasitas input 1,7 juta ton. Smelter ini juga menghasilkan katoda tembaga hingga 600.000 - 700.000 ton per tahun.
Seperti diketahui, PT Freeport berdiri di Indonesia sejak 1967 dan telah memberikan kontribusi besar dalam perekonomian Indonesia selama 58 tahun.
Namun, selama kurun waktu tersebut, konsentrat tembaga yang dihasilkan belum bisa diolah di dalam negeri sehingga harus diekspor.
Dengan hadirnya smelter PTFI di Gresik, konsentrat tembaga kini bisa diolah menjadi katoda tembaga dan lumpur anodanya yang mengandung emas dan perak bisa diproduksi di dalam negeri.
Jika menilik jauh ke belakang, peletakan batu pertama atau groundbreaking smelter dilakukan pada 12 Oktober 2021 oleh Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) atau dua tahun setelah kepemimpinan Bahlil sebagai Menteri Investasi/Kepala BKPM hingga smelter ini benar-benar terealisasi.
Keberadaan smelter itu membuka lapangan pekerjaan yang besar. Setelah beroperasi penuh, jumlah tenaga kerja yang terserap di smelter ini diperkirakan mencapai 2.000 orang, terdiri dari 1.200 karyawan kontraktor dan 800 karyawan PTFI.
Pembangunan smelter itu juga dapat melahirkan perusahaan dan industri turunan. Sebab, produk limbahnya yang berupa tembaga mampu dijadikan bahan dasar pembuatan telepon seluler serta alat elektronik dan otomotif.
Dengan begitu, keberadaan smelter itu akan semakin membuka banyak lagi lapangan pekerjaan.
Baca juga: Smelter Emas Freeport di Gresik Cetak Sejarah Baru di Industri Logam Mulia Indonesia