KOMPAS.com - PT Freeport Indonesia ( PTFI) berpartisipasi dalam Seminar Nasional bertema "Perlindungan Kawasan Pesisir Melalui Restorasi Mangrove" yang diadakan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Diponegoro (UNDIP) Senin (23/9/2024).
Dalam acara tersebut, Vice President (VP) Environmental PTFI Gesang Setyadi menjelaskan bahwa PTFI telah menjalankan program rehabilitasi mangrove di Muara Ajkwa, Kabupaten Mimika, dengan melibatkan 20 kontraktor lokal Papua.
Para kontraktor lokal tersebut bertugas membangun struktur muara yang mendukung program restorasi mangrove ini.
Gesang berharap keberadaan hutan mangrove yang dibangun akan memberikan manfaat bagi masyarakat lokal, baik secara fisik, ekologi, maupun sosial ekonomi.
Baca juga: Great Barrier Reef di Australia Berupaya Seimbangkan Pariwisata dan Ekologi
Ia menekankan pentingnya pelibatan masyarakat lokal dalam program rehabilitasi mangrove yang dilakukan oleh PTFI.
"Kami mendorong pemberdayaan masyarakat untuk melindungi wilayah pesisir demi menjaga kelestarian alam di masa depan, yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Suku Kamoro yang tinggal di sekitar area operasi perusahaan," ujar Gesang dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Rabu (25/9/2024).
Rehabilitasi mangrove ini juga menjadi bagian dari upaya PTFI untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) hingga 30 persen pada tahun 2030.
Mangrove berperan penting dalam menjaga kehidupan ekosistem pesisir, mengurangi sedimentasi, dan membantu mitigasi perubahan iklim.
Baca juga: Wilayah Paling Rentan Perubahan Iklim di Jakarta Ditinggali Masyarakat Miskin
Sejak 2004, PTFI telah melaksanakan program rehabilitasi mangrove di Mimika dengan target area seluas 8.000 hektare (ha).
Mereka juga bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM), serta beberapa universitas untuk rehabilitasi mangrove di berbagai provinsi di Indonesia, mencakup area 2.000 ha.
Hingga 2024, PTFI telah menanam mangrove di area seluas 1.100 ha.
Dalam acara seminar tersebut, juga diluncurkan buku berjudul Mangrove di Mimika, yang merupakan bagian dari serial buku tentang keanekaragaman hayati di Mimika.
Baca juga: Bawakan Lagu-lagu di Album Pertama di Pestapora 2024, Tulus Pinjam Buku Lirik dari Penonton
Buku tersebut mendeskripsikan berbagai jenis mangrove di wilayah operasi PTFI, dan diharapkan bisa menjadi referensi penting tentang kekayaan mangrove di Indonesia, khususnya di Papua.
Sebagai informasi, dalam seminar tersebut, juga dihadiri oleh beberapa panelis, mulai dari Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) Kementerian LHK Sigit Reliantoro, Profesor Denny Nugroho Sugianto serta Doktor (Dr) Rudhi Pribadi dari FPIK UNDIP.
Acara tersebut dihadiri oleh sekitar 260 mahasiswa dan dosen dari berbagai fakultas UNDIP dan universitas di sekitarnya.
Baca juga: Terungkap, Alasan Mahasiswa Universitas Trunojoyo Madura Aniaya Pacar
Profesor Denny menjelaskan bahwa mangrove mampu menyerap dan menyimpan karbon dioksida dalam jangka waktu yang lama melalui proses yang disebut carbon sequestration.
"Upaya mempercepat restorasi mangrove perlu dilakukan melalui pendekatan infrastruktur 'hard structure', yang akan membantu proses sedimentasi dan pada akhirnya mendukung regenerasi vegetasi mangrove di kawasan tersebut," jelasnya.
Keberadaan hutan mangrove, lanjut Denny, juga berperan penting dalam pengendalian perubahan iklim global.
Sementara itu, Dirjen PPKL Kementerian LHK Sigit Reliantoro menegaskan bahwa restorasi mangrove merupakan proses yang kompleks, sehingga memerlukan perencanaan yang matang, didukung oleh kajian dari berbagai aspek untuk meningkatkan keberhasilannya.
Baca juga: Kajian LSI Denny JA soal 10 Tahun Jokowi: Ada 3 Rapor Biru, 1 Rapor Merah, dan 3 Rapor Netral
Wakil Rektor IV UNDIP Wijayanto berharap seminar tersebut dapat memberikan pemahaman kepada mahasiswa dan masyarakat mengenai pentingnya hutan mangrove dari segi ekologi dan ekonomi.
Mengingat pentingnya ekosistem mangrove dari segi fisik, ekologi, dan ekonomi, penggunaan vegetasi menjadi prioritas utama dalam rehabilitasi ekologi mangrove.
Dr Rudhi menambahkan bahwa kegagalan dalam rehabilitasi mangrove sering terjadi karena tidak mengacu pada penyebab degradasi mangrove.
"Diperlukan kajian menyeluruh terhadap faktor-faktor yang mendasari degradasi mangrove sebelum memulai upaya rehabilitasi," jelasnya.