KOMPAS.com - Holding Industri Pertambangan PT Inalum (Persero) berhasil meningkatkan kepemilikan perusahaan di PT Freeport Indonesia (PTFI) dari 9.36 persen menjadi 51,2 persen pada Desember 2018.
Dalam keterangan tertulis yang Kompas.com terima dari Inalum, Kamis (17/1/2018), dijelaskan bahwa di dokumen tidak ada aset atau saham Inalum dan anak usaha, termasuk PTFI, yang digadaikan ketika perusahaan menerbitkan obligasi global senilai 4 miliar dollar AS.
Sebanyak 3.85 miliar dollar AS atau Rp 55 triliun digunakan untuk pembayaran saham PTFI dan sisa 150 juta dollar AS untuk refinancing.
"Saya rasa Freeport pun dulu tidak percaya bahwa kami bakal dapat pendanaannya. Sekarang seluruh dunia percaya, terus kenapa orang kita enggak percaya. Dan jangan takut bahwa ini enggak bisa bayar. Seluruh dunia percaya kita bisa bayar, kenapa kita minder," kata Direktur Keuangan PT. Inalum Orias Petrus Moedak yang juga menjabat sebagai wakil direktur utama PTFI dalam sebuah diskusi Desember 2018 lalu.
Melalui dokumen yang diterbitkan Inalum tersebut tertera juga penjelasan jika BNP Paribas dari Perancis, Citigroup dari Amerika Serikat, dan MUFG dari Jepang menjadi koordinator underwriter dalam penerbitan obligasi global Inalum pada November 2018.
CIMB dan Maybank dari Malaysia, SMBC Nikko dari Jepang dan Standard Chartered Bank dari Inggris pun turut serta sebagai mitra underwriter.
Sebelumnya, obligasi Inalum terdiri dari dari empat seri dengan dengan masa tersingkat 3 tahun dan paling lama 30 tahun dengan tingkat kupon rata-rata sebesar 5.991persen.
Pada penerbitan Global Bond ini, Inalum mendapatkan rating Baa2 dari Moody’s dan BBB- dari Fitch. Bond tersebut sudah terdaftar di Singapore Exchange Securities.
Penerbitan obligasi ini lebih kompetitif dan stabil dibanding dengan pinjaman dari sindikasi perbankan asing.
Jika lewat perbankan, maka akan ada resiko suku bunga yang dapat melonjak di saat ketidakpastian ekonomi global. Selain itu, untuk jangka panjang biasanya bank juga meminta jaminan.
Berdasarkan dokumen Inalum, perusahaan tidak mengambil pembiayaan dari dalam negeri karena tidak ingin ada uang yang keluar dari Indonesia dan mengakibatkan terjadinya fluktuasi nilai tukar rupiah.
Sebagai informasi, Inalum mengeluarkan Rp 55 triliun untuk membeli tambang PTFI dengan kekayaan senilai Rp 2,400 triliun hingga tahun 2041. Setelah tahun 2022, laba bersih PTFI diproyeksikan sebesar Rp 29 triliun per tahun berdasarkan asumsi yang konservatif.