KOMPAS.com – Para seniman dari Suku Kamoro, Provinsi Papua Tengah, melakukan Lawatan Budaya ke Jawa Tengah (Jateng) pada Rabu (4/9/2024) sampai Jumat (13/9/2024).
Dalam kunjungan pertama kali ini, mereka memamerkan kekayaan seni dan budaya Pesisir Selatan Papua serta berkolaborasi dengan seniman lokal, dengan dukungan dari PT Freeport Indonesia (PTFI).
Delapan seniman Kamoro yang didampingi oleh Yayasan Maramowe Kamorowe (YMWK) Timika dan Yayasan Atma Nusvantara Jati (Atsanti Foundation) dari Magelang, mengunjungi dua desa di kawasan Candi Borobudur, yakni Desa Kebonsari dan Desa Dukun.
Di Desa Kebonsari, mereka bertukar pengalaman dengan seniman dari Komunitas Bambu. Mereka mengajarkan teknik ukir bambu dan pembuatan wayang siladan, serta teknik ukiran Kamoro dari kayu.
Founder Yayasan Maramowe Luluk Intarti mengatakan bahwa pertukaran budaya tersebut sangat berharga bagi kedua komunitas seniman.
“Kami berdialog dan berbagi pengalaman tentang penggunaan bambu dan kayu dalam seni. Selain itu, kunjungan ini juga memberikan kami wawasan tentang pengembangan desa wisata dan pemasaran produk,” ujarnya dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Selasa (17/9/2024).
Di Sanggar Gadhung Sari, Desa Dukun, para seniman Kamoro bertemu dengan Ismanto, seorang seniman lukis, pemahat, serta pemain musik dan penari.
Mereka belajar teknik penyepuhan alat pahat dan pengukiran batu, serta berkolaborasi dengan penari dan penabuh gendang cilik dari sanggar tersebut, menyajikan tarian “Taware” untuk warga desa yang antusias.
Baca juga: Viral Gara-gara Tarian Kangguru di Olimpiade Paris 2024, Kini Raygun Peringkat 1 Dunia
Selama di Magelang, para seniman Kamoro juga tampil memukau di Festival Bhumi Atsanti (FBA) 2024.
Festival tahunan ini menjadi ajang pertemuan antara seniman nasional dan seniman Jateng dengan tema "Hayuning Roso," yang terinspirasi dari filosofi Jawa, "Memayu Hayuning Bawana" yang berarti mempercantik dunia.
Para seniman Kamoro memperagakan teknik mengukir, menganyam, serta pertunjukan tari dan lagu rakyat, seperti Tari Mbikao, Tari Yamate Eyaro, dan nyanyian Wakuru yang diakhiri dengan Tari Wautu.
Mereka juga berkolaborasi dengan D+ Project dari Yogyakarta, membawakan lagu rakyat Kamoro, Nuru Ai Pani.
Baca juga: 2 Totem Kamoro Hadir di Danau Toba, Bukti Lambang Persahabatan Suku Batak dan Suku Kamoro Papua
“Senang sekali berada di rumah budaya Bhumi Atsanti. Semua peserta menyambut kami dengan hangat. Kami bisa mengenal budaya lain, bertukar pikiran, dan belajar dari mereka, sekaligus menunjukkan budaya kami, termasuk teknik ukir, anyam, tari, dan nyanyi,” kata Ketua Yayasan Maramowe Herman Kiripi.
Direktur & Executive Vice President (EVP) Sustainable Development PTFI Claus Wamafma menekankan komitmen PTFI dalam mendukung pelestarian budaya Suku Kamoro.
“Lawatan budaya ke Jateng ini diharapkan memberikan pengalaman berharga bagi seniman Kamoro, memperkenalkan keindahan seni Kamoro kepada publik yang lebih luas, memperluas jaringan dengan seniman lokal dan komunitas seni, serta membuka ruang kolaborasi dan promosi budaya kepada generasi muda sebagai penerus tradisi,” jelas Claus.
Baca juga: Hadiri YoI FKPT Riau, BNPT Dukung Generasi Muda Jadi Agen Perubahan
Setelah berpartisipasi dalam rangkaian acara Festival Bhumi Atsanti, para seniman Kamoro melanjutkan lawatan mereka ke Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta pada Selasa (10/9/2024) sampai Jumat (13/9/2024).
Di kampus tersebut, mereka berbagi informasi dan berdiskusi dengan dosen mengenai Budaya Suku Kamoro serta mendokumentasikan tarian Kamoro dengan mahasiswa untuk upaya preservasi budaya melalui media audio visual.
Kegiatan tersebut merupakan kerja sama lintas jurusan di Fakultas Seni Rupa dan Desain ISI Surakarta.
“Kegiatan ini menjadi kesempatan berharga untuk memperkuat hubungan antara seni tradisional dan akademis di ISI Surakarta,” tutur Founder Yayasan Maramowe Luluk Intarti.
Baca juga: Perkuat UMKM Perempuan, FSRD IKJ dan ISI Surakarta Gelar Pelatihan Keramik di Klaten