KOMPAS.com - Holding Industri Pertambangan PT Inalum (Persero) berkolaborasi dengan lembaga riset terkemuka dari Amerika Serikat, Massachusetts Institute of Technology Energy Initiatives (MITEI), untuk meningkatkan pengembangan teknologi energi rendah karbon dan pertambangan berkelanjutan.
Direktur Utama INALUM Budi G. Sadikin dan Manajer Asia Pacific Energy Partnership MITEI Lihong Duan menandatangani dokumen kolaborasi tersebut dengan disaksikan oleh Deputi Bidang Pertambangan, Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno di sela-sela pertemuan IMF di Nusa Dua, Bali, Rabu (10/10/2018).
Kolaborasi tersebut merupakan langkah awal INALUM untuk mempelopori hadirnya pusat riset dan inovasi di sektor pertambangan dengan menggandeng lembaga-lembaga riset terkemuka dari negara-negara industri pertambangan mumpuni seperti Amerika Serikat, Kanada, Tiongkok dan Australia.
“Penandatangan (antara INALUM dan MITEI) ini adalah langkah awal, bukan langkah akhir suatu proses untuk meningkatkan sumber daya manusia (SDM) di industri pertambangan,” ucap Fajar.
Selain itu, INALUM akan mengikutsertakan universitas-universitas terkemuka di Indonesia untuk ikut berkolaborasi dalam pusat riset dan inovasi pertambangan yang rencananya akan didirikan oleh INALUM tahun ini.
Kolaborasi dengan MITEI juga akan membantu INALUM mengembangkan proyek industri pertambangan ramah lingkungan dan berkelanjutan, namun berbiaya rendah.
“INALUM akan mendirikan pusat riset dan inovasi bekerjasama dengan lembaga terkemuka dunia untuk mengembangkan teknologi pertambangan yang berkelanjutan dan juga proses hilirisasi industri yang efisien dan ramah lingkungan,” ucap Budi G. Sadikin dalam rilis yang diterima Kompas.com Rabu (10/10/2018).
Ketertarikan INALUM terhadap penelitian MITEI di antaranya, mencakup pengembangan teknologi penambangan, pemurnian, peleburan logam berkelanjutan dari segi lingkungan, dan riset pembuatan material penyimpanan energi atau baterai.
Kolaborasi ini juga bertujuan untuk memanfaatkan unsur rare earth atau logam tanah jarang. Asal tahu saja, rare earth dapat digunakan sebagai bahan magnet permanen yang diaplikasikan pada sektor energi baru terbarukan dan industri elektronik.
“Pusat riset dan inovasi ini nantinya akan mendukung penggunaan materi berbasis mineral dan logam di masa yang akan datang dengan memanfaatkan banyaknya potensi unsur logam seperti aluminium, nikel, cobalt, maupun rare earth di Indonesia,” lanjut Budi.
Unsur rare earth dan cobalt yang ditemukan di Indonesia dapat digunakan sebagai salah satu materi pembuatan baterai untuk kendaraan listrik dan magnet dalam pembangkit listrik tenaga baru.
Kolaborasi ini diharapkan dapat menginisiasi penggunaan batubara menjadi energi ramah lingkungan. Anggota Holding PT Bukit Asam Tbk saat ini sedang mengarah untuk mengembangkan gasifikasi batubara yang kedepannya dapat menggantikan bahan bakar LPG dengan harga yang jauh lebih murah.
Sebagai upaya untuk mengembangkan industri pertambangan, kedepannya pusat riset ini akan berfungsi juga sebagai institusi yang dapat memberikan masukan untuk kebijakan-kebijakan di sektor pertambangan secara profesional dan independen.