KOMPAS.com – Direktur Operasi II Hutama Karya Ferry Febrianto mengatakan, pihaknya mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap ( PLTU) Suralaya di Cilegon, Banten dengan teknologi Ultra-Super Critical (USC) dan sistem penanganan polusi gas buang canggih.
Ferry menjelaskan, teknologi USC memungkinkan penggunaan batubara lebih sedikit dan menghasilkan polusi yang lebih sedikit pula.
Dengan begitu, pembangkit menghasilkan listrik secara efisien dan cost efficient karena membutuhkan jumlah batubara dan fuel oil yang lebih sedikit dari sistem pembangkit lainnya.
“Selain itu, gas hasil buangan juga di-treatment lebih lanjut agar memenuhi standar lingkungan hidup yang berlaku,” ujarnya dalam siaran pers, Kamis (21/7/2022).
Baca juga: Berikan Layanan Optimal, Hutama Karya Lakukan Pemeliharaan Jalan Tol Trans Sumatera di Dua Titik
Lebih lanjut, Ferry menyampaikan, berkat teknologi USC yang dikembangkan Hutama Karya tersebut, kandungan gas buang PLTU dipangkas menjadi di bawah standar baku.
Perlu diketahui, sesuai peraturan, standar baku mutu untuk kandungan gas buang PLTU adalah 550 mg/Nm3SOx, 100 mg/Nm3 Partikulat, dan 550 mg/Nm3NOx.
Di samping itu, teknologi USC memiliki thermal efficiency yang lebih tinggi daripada teknologi subcritical dan supercritical.
Semakin tinggi thermal efficiency yang dihasilkan, semakin sedikit pula jumlah batu bara yang dibutuhkan untuk proses pembakaran.
“Artinya, untuk menghasilkan output energi yang sama, teknologi USC membutuhkan jumlah batubara yang lebih sedikit dari teknologi subcritical atau supercritical. Ini juga mempengaruhi kadar polusi yang dihasilkan,” ungkapnya.
Ferry juga menjelaskan, batubara memiliki kandungan sulphur yang jika dibakar akan menghasilkan sulphur dioxide (SO2). Jika SO2 dibuang ke atmosfir dan bercampur dengan awan akan menghasilkan hujan asam.
Baca juga: Tiga Proyek EPC Kelar Dikerjakan Hutama Karya
“Karena jumlah batubara yang dibutuhkan lebih sedikit, teknologi USC dapat menghasilkan kandungan SO2 yang lebih sedikit pula, sehingga lebih ramah lingkungan,” imbuhnya.
Atas pengembangan teknologi tersebut, PLTU Suralaya garapan HK meraih Indonesia Green Award (IGA) 2021 sebagai PLTU berteknologi maju ramah lingkungan di Indonesia.
Selain USC, PLTU Suralaya dilengkapi dengan sistem penanganan gas buang yang canggih. Proyek ini menggunakan sistem Electrostatic Precipitator (ESP), Flue Gas Desulphurization (FGD), dan Selective Catalytic Converter (SCR).
Sistem-sistem tersebut memiliki fungsinya masing-masing, seperti gas buang dari hasil pembakaran akan disalurkan ke sistem-sistem tersebut sehingga kandungan berbahaya dari gas buang tersebut bisa diminimalisir atau dihilangkan.
Baca juga: Bila PMN Rp 30,56 Triliun Disetujui, Hutama Karya Tuntaskan 10 Ruas Tol Trans-Sumatera Tahap
Ada pula Nitrogen Oksida (NOx), Sulphur Oksida (SO2), partikulat padat, dan lainnya dapat dikurangi sampai batas aman atau bahkan dihilangkan.
Tak sampai di situ, PLTU Suralaya juga mengimplementasikan teknologi mutakhir untuk mengurangi polusi akibat dari pembakaran batubara.
Salah satunya adalah sistem boiler pada proyek ini menggunakan teknologi low NOx burner.
Low NOx burner tersebut menggunakan sistem yang dapat mengontrol campuran udara dan bahan bakar sehingga menghasilkan kandungan NOx yang rendah.
NOx merupakan salah satu gas yang berbahaya apabila dilepas ke atmosfer dan dihirup manusia. Setelah itu, gas hasil pembakaran batu bara dari boiler kemudian disalurkan ke SCR.
Pada sistem tersebut, gas buang akan diinjeksi dengan ammonia menggunakan ammonia injection system.
Baca juga: Kementerian BUMN Usul 10 BUMN Dapat PMN Rp 73,26 Triliun pada 2023, Tertinggi Hutama Karya
Proses itu menghasilkan reaksi kimia antara ammonia dan N0x sehingga gas buang bersih dari kandungan N0x.
Ferry memaparkan, gas buang kemudian disalurkan menuju ESP untuk menyaring partikulat-partikulat padat hasil pembakaran batu bara agar tidak terbuang ke udara.
Dia menyebutkan, sistem ESP tersebut menghasilkan medan elektrostatik yang memungkinkan partikulat dari gas buangan tersebut tertarik dan menempel pada anoda yang ada di ESP.
“Partikulat yang tertarik kemudian dikumpulkan untuk di-treatment lebih lanjut,” imbuh Ferry.
Dari ESP, gas yang partikulatnya sudah tersaring kemudian masuk ke FGD yang berfungsi untuk menetralkan kandungan SO2.
Gas dari ESP lalu disalurkan ke FGD sehingga gas tersebut akan disemprotkan cairan batu kapur untuk mengikat kandungan SO2.
Baca juga: Uji Coba Cangkang Kelapa Sawit Pengganti Batu Bara di PLTU Tembilahan, Beban 7 MW Tetap Stabil
“Gas buang yang sudah bersih kemudian dibuang melalui chimney. Kandungan gas buang tersebut dikontrol secara terus-menerus menggunakan Continuous Emission Monitoring System yang terpasang di chimney,” ujarnya.
Ferry menegaskan, PLTU Suralaya akan memastikan gas buang hasil pembakaran batubara selalu memenuhi standar lingkungan hidup yang berlaku.
Lebih lanjut, Ferry mengatakan, perkembangan proyek PLTU Suralaya saat ini sedang dalam pengerjaan pada area-area concern, seperti turbine building, BOP, jetty, intake, CHS, dan chimney.
Dia menyebutkan, Hutama Karya tetap berkomitmen menyelesaikan proyek PLTU Suralaya pada 2025 sesuai kontrak awal dengan Indo Raya Tenaga (IRT) selaku pemilik proyek.
Baca juga: PLTP Bisa Gantikan PLTU, Tapi Harga Listriknya Perlu Ditekan
Ferry menilai, pengerjaan proyek PLTU Suralaya berbeda dengan PLTU sebelumnya. Sebab, kapasitas PLTU Suralaya paling besar di antara proyek-proyek PLTU sebelumnya, yaitu 2 x 1000 megawatt (MW).
PLTU tersebut dibangun di atas reklamasi area serta menggunakan sumber daya paling besar. Adapun saat ini progress proyek senilai Rp 26 triliun ini sudah mencapai 42,92 persen.
Bangunan-bangunan di area power block juga sudah terlihat, di antaranya dua bangunan turbin, masing-masing dalam proses instalasi rangka baja.
Diapit dua bangunan tersebut, terlihat pula bangunan Central Control Building (CCB) yang sudah memasuki tahapan pekerjaan arsitektur mechanical dan electrical.
Selain itu, baru-baru ini Hutama Karya berhasil menyelesaikan rekor pengecoran dalam jumlah terbesar yang pernah dikerjakan.
Rekor tersebut, yakni pengecoran di area pondasi bangunan chimney seluas 6.000 m3 yang dilakukan tiga hari berturut-turut selama 24 jam. Pengecoran ini melibatkan tiga batching plan yang dibangun di dalam area site dan manpower dalam jumlah besar.
Baca juga: Tingkatkan Kualitas SDM Konstruksi, Hutama Karya Gelar Dua Program
Ferry mengatakan, Hutama Karya meyakini mega proyek tersebut merupakan proyek strategis nasional yang memiliki peran besar untuk menyuplai listrik untuk seluruh wilayah Indonesia.
“Oleh karenanya, suatu kebanggaan yang sangat besar ketika Hutama Karya dipercaya untuk membangun dan menyelesaikan pembangunan pembangkit ini hingga layak beroperasi,” tuturnya.