KOMPAS.com – PT Perusahaan Gas Negara ( PGN) akan memulai pembangunan klasterisasi infrastruktur Liquefied Natural Gas (LNG).
Klasterisasi itu merupakan upaya PGN dalam rangka memenuhi tugas dari PT Pertamina untuk melaksanakan penugasan Keputusan Menteri (Kepmen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Tugas tersebut meliputi penyediaan pasokan LNG, hingga pembangunan infrastruktur LNG untuk pembangkit listrik.
Pertamina telah menandatangani Head of Agreement (HoA) dengan PLN yang salah satu isinya menunjuk PGN sebagai subholding gas untuk menyediakan pasokan dan infrastruktur.
Baca juga: Komisi VII Minta PGN Lakukan Inovasi Bisnis
Guna menindaklanjuti kesepakatan itu, akan ada delapan klaster infrastruktur LNG yang dibangun secara stimulan untuk pembangit listrik yang sudah dibangun.
Delapan klaster itu adalah Klaster Sumatera, Kalimantan Barat, Bali-Nusa Tenggara (Nusra) 1, Bali Nusra 2, Sulawesi, Maluku, Papua Utara, dan Papua Selatan.
Klasterisasi tersebut juga merupakan bentuk komitmen PGN untuk bersinergi dengan PLN guna meningkatkan penggunaan gas di sektor kelistrikan agar layanan kepada masyarakat bisa maksimal.
Pemanfaatan gas bumi untuk sektor kelistrikan juga membantu mengurangi ketergantungan pada energi impor dan subsidi BBM.
Baca juga: Jokowi Targetkan Emisi Gas Rumah Kaca Turun 26 Persen Tahun Ini
Selain itu, pemanfaatan gas bumi adalah upaya PGN dalam menyediakan energi dalam negeri untuk kesejahteraan rakyat.
PGN telah melakukan koordinasi secara intensif dengan PLN untuk menyelesaikan perjanjian komersial untuk jangka waktu 20 tahun untuk tahap quick win.
Quick win akan dimulai dengan menggunakan pola operasi follower di lokasi Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG) Nias, PLTMG Tanjung Selor, dan PLTMG Sorong yang ditargetkan selesai tahun 2020.
“Pada tahap ini, ditargetkan dapat menyediakan harga yang lebih rendah dari High Speed Diesel (HSD) di plant gate pembangkit PLN,” kata Direktur Strategi dan Pengembangan Bisnis PGN, Syahrial Mukhtar dalam keterangan tertulis, Senin (13/7/2020).
Ia melanjutkan, perkiraan penghematan atas konversi penggunaan HSD ke PLN per tahun pada tahap quick win adalah sekitar Rp 200 miliar.
Baca juga: PGN Berupaya Dorong Kemajuan Industri di Kawasan Ekonomi Eksklusif Sei Mangkei
Pihaknya pun telah menyepakati skema logistik yang paling optimal dengan PLN. Untuk Nias, skema yang digunakan adalah transportasi laut dengan Landing Craft Tank (LCT) dan isotank.
“Tanjung Selor menggunakan transportasi darat dengan trucking dan isotank, sedangkan Sorong menggunakan pipa gas,” lanjut Syahrial.
Diharapkan tidak lebih dari dua sampai tiga tahun lagi, konservasi pembangkit listrik BBM ke gas alam, sebagai salah satu proyek strategis nasional sudah terwujud.
Sementara itu, Direktur Utama PGN Suko Hartono mengatakan bahwa langkah strategis itu merupakan wujud komitmen PGN untuk memperkuat struktur usaha subholding gas.
Baca juga: PGN Berlakukan Harga Gas 6 Dollar AS per MMBTU untuk Industri Tertentu
Pihaknya juga berkomitmen meraih peluang pertumbuhan usaha dari meningkatnya kebutuhan dalam negeri akan pasokan gas untuk mendukung pembangunan pembangkit listrik.
“Selain itu, ini menjadi respons PGN dalam mendukung program pemerintah menargetkan perbaikan bauran energi primer bagi pembangkit listrik PLN, sekaligus menurunkan emisi gas rumah kaca,” imbuh Suko Hartono.
Pembangunan infrastruktur PGN di Indonesia sendiri terbagi menjadi tiga area, yakni barat, tengah, dan timur.
Area barat akan dibangun HUB di Terminal Arun guna memasok kebutuhan gas di Nias, Krueng, dan sekitarnya.
Baca juga: Lewat Program CSR, PGN Berkomitmen Tingkatkan Daya Saing UMKM di Sekitar Wilayah Operasi
Untuk area tengah, telah ada Floating Storage Regasification Unit (FSRU) Lampung dengan sistem breakbulking ke kapal-kapal kecil untuk memasok small LNG carrier, sehingga gas bisa dibawa ke Kalimantan, Bali, NTT, dan NTB.
Untuk area timur, rencananya akan dibangun HUB di Ambon untuk memasok kebutuhan gas di wilayah Indonesia timur, seperti Sulawesi, Maluku, dan Papua.