KOMPAS.com - PT Pertamina (Persero) sebagai perusahaan energi menjadi pelopor dalam pengembangan teknologi carbon capture storage ( CCS) dan carbon capture utilization and storage (CCUS) di Indonesia.
Senior Advisor for Strategic Planning di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Muhammad Idris Sihite menyampaikan dukungan penuh pemerintah terhadap inisiatif tersebut melalui berbagai regulasi untuk memperkuat langkah Pertamina.
Menurutnya, CCS adalah solusi bagi industri minyak dan gas bumi (migas) dalam menjaga operasional produksi sambil menurunkan emisi karbon dan sekaligus berkontribusi pada ketahanan energi Indonesia.
"CCS menjadi dukungan bagi operasional industri migas nasional dan sekaligus menjawab tantangan pengurangan emisi karbon," kata Sihite dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Sabtu (16/11/2024).
Baca juga: Program Harum Manis PGN, Olah Sampah Jadi Obat hingga Manfaatkan Solar Panel
Pernyataan tersebut disampaikan Sihite dalam acara Panel Diskusi “Prospect of Carbon Capture & Storage Technologies Archipelagic Countries” di Pavilion Indonesia dalam Konferensi PBB tentang Perubahan Iklim (COP) Ke-29 di Baku, Azerbaijan, Jumat (15/11/2024).
Sihite juga menambahkan bahwa Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan CCS dengan kapasitas mencapai 577,62 Gigaton (Gt).
Saat ini, setidaknya ada 15 proyek pengembangan CCS yang tersebar di berbagai cekungan migas di Indonesia.
“Meski demikian, dibutuhkan kolaborasi dalam hal pendanaan dan teknologi untuk mewujudkan potensi CCS di Indonesia. Upaya ini mampu mengurangi emisi secara signifikan," tutur Sihite.
Baca juga: Pertamina Dorong Kolaborasi Nasional dan Internasional Turunkan Emisi Metana di Indonesia
Pada kesempatan sama, Senior Vice President (SVP) Technology Innovation Pertamina Oki Muraza menyatakan bahwa Pertamina mendukung penuh target pemerintah dalam mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen dan komitmen pengurangan emisi karbon.
“CCS dan CCUS memainkan peran penting dalam mencapai target Net Zero Emission (NZE) pada 2060 atau lebih cepat,” imbuhnya.
Oki mengungkapkan, Pertamina telah melakukan berbagai studi dengan potensi kapasitas penyimpanan karbon hingga 7 Gt karbon dioksida (CO2) yang akan mendukung target NZE Indonesia.
Namun, ia juga mengakui tantangan terbesar dalam implementasi CCS adalah biaya penangkapan karbon yang sangat tinggi.
Baca juga: Dukung Target NDC Butuh Realisasi Kota Rendah Karbon
“Untuk itu, Pertamina sedang membangun kapasitas domestik dalam pengembangan teknologi CCS dan CCUS ini,” ucap Oki.
Pertamina telah menjalankan berbagai inisiatif dalam pengembangan teknologi CCS dan CCUS. Beberapa di antaranya melalui proyek pengembangan CCS di Asri Basin, Jawa Bagian Utara, serta pengembangan CCUS di Lapangan Jatibarang dan Sukowati.
“Indonesia bahkan berpotensi menjadi hub regional untuk CCS di Asia-Pasifik, mengingat negara maju, seperti Singapura, Korea Selatan, dan Jepang, tidak memiliki kapasitas penyimpanan karbon yang mencukupi,” jelas Oki.
Proyek CCS, lanjutnya, membutuhkan dukungan dari regulasi, teknologi, infrastruktur, dan investasi yang besar.
Pemerintah Indonesia telah mulai mengeluarkan regulasi, seperti Peraturan Presiden (Perpres) 2024, untuk mempercepat implementasi CCS dan perdagangan karbon.
"Kami juga memerlukan insentif fiskal agar proyek ini layak secara ekonomi. Kerja sama internasional sangat penting dan Pertamina sudah menjalin kemitraan strategis dengan berbagai pihak untuk merealisasikan inisiatif ini," kata Oki.
Sebagai pemimpin dalam transisi energi, Pertamina berkomitmen penuh mendukung target NZE 2060 dan terus mengembangkan program-program yang mendukung pencapaian Sustainable Development Goals ( SDGs).
Baca juga: Tekan Pengangguran lewat Institut Kemandirian, Dompet Dhuafa Raih SDGs Action Award
Seluruh upaya tersebut sesuai dengan penerapan prinsip-prinsip environmental, social, and governance ( ESG) di seluruh lini bisnis dan operasional Pertamina.