KOMPAS.com – PT Pertamina (Persero) memperluas kerja sama dengan China Petroleum & Chemical Corp. (Sinopec), perusahaan energi milik negara Tiongkok untuk mempercepat komitmen transisi energi dan meningkatkan peluang pengembangan bisnis global.
Kerja sama bisnis tersebut ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) antara Direktur Utama (Dirut) Pertamina Nicke Widyawati dan Ketua Sinopec Group Ma Yongsheng di Shanghai, Tiongkok, pekan lalu.
MoU antara kedua badan usaha milik negara (BUMN) dari Indonesia dan Tiongkok itu meliputi berbagai kegiatan bisnis, mulai dari hulu, hilir, dan energi baru terbarukan (EBT) atau new renewable energy (NRE), hingga pengembangan kemampuan sumber daya manusia (SDM).
Di sektor hulu, Pertamina dan Sinopec akan memperluas kolaborasi dalam kegiatan, seperti pengembangan unconventional hydrocarbon, carbon capture utilization and storage (CCUS), enhanced oil recovery (EOR), dan pengeboran ultra-deep. Kerja sama ini termasuk penguatan kegiatan riset dan pengembangan, serta pengembangan bisnis hulu.
Baca juga: Peluang Pasar Migas Masih Besar, Elnusa Tingkatkan Kapasitas Bisnis Hulu
Sementara itu, kolaborasi di sektor hilir meliputi berbagai bisnis bahan bakar dan bisnis non-bahan bakar, pelumas, aviasi, petrokimia, serta transportasi dan logistik.
Sebagai bagian dari kolaborasi di sektor NRE, kedua belah pihak akan mengeksplorasi potensi dalam pengembangan energi panas bumi, hidrogen, dan tenaga surya.
Selain itu, terdapat kesepakatan untuk meningkatkan pengembangan kemampuan di kedua sisi.
Selama acara tersebut, Dirut Pertamina Nicke Widyawati menekankan pentingnya kolaborasi dengan mitra strategis untuk mempercepat bisnis perusahaan selama era transisi energi saat ini.
Baca juga: Transisi Energi Harus Berbasis Keberlanjutan dan Pelibatan Warga Lokal
“Di tengah tantangan yang dihadapi akibat perubahan iklim dan transisi energi, kolaborasi dengan mitra krusial penting untuk mengatasi isu-isu ini dan mempercepat pertumbuhan bisnis Pertamina melalui transfer pengetahuan dan teknologi,” ujarnya dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Senin (13/11/2023).
Lebih lanjut, Nicke menjelaskan bahwa Sinopec merupakan salah satu perusahaan minyak dan gas internasional yang memiliki keahlian di bidang CCUS, unconventional hydrocarbon, petrokimia, hidrogen, dan lainnya.
Keahlian Sinopec, kata dia, akan memungkinkan Pertamina untuk belajar dan mengembangkan bisnisnya.
Sebelumnya, PT Pertamina Hulu Energi (PHE) sebagai salah satu anak perusahaan Pertamina telah menandatangani perjanjian kerja sama dengan sektor hulu Sinopec.
Baca juga: SKK Migas Digitalisasi Pengadaan Sektor Hulu Migas dengan IOG e-Commerce
“Oleh karena itu, kolaborasi saat ini diharapkan dapat memperkuat implementasi kolaborasi antara kedua perusahaan,” imbuh Nicke.
Senada dengan Nicke, Ketua Sinopec Group Ma Yongsheng menyatakan bahwa pihaknya menyoroti pentingnya kerja sama saling menguntungkan. Ia yakin bahwa transisi energi global memerlukan kerja sama yang berkelanjutan.
Untuk mewujudkannya, kata Yongsheng, tim dari kedua belah pihak harus didorong untuk berupaya mencapai kerja sama yang lebih baik.
Baca juga: Krakatau Posco dan Kemenperin Kerja Sama Pemanfaatan Karbon
Selain itu, harus dilakukan pengaturan kelompok perwakilan senior dari Pertamina untuk mengunjungi ladang minyak Shengli.
Setelah memperkenalkan teknologi unggulan Sinopec, Yongsheng mengusulkan kedua belah pihak untuk menunjuk koordinator utama dari masing-masing pihak guna mendirikan mekanisme kerja sama sesuai dengan MoU yang telah ditandatangani, dan memulai fase kerja selanjutnya sesegera mungkin.
Dari usulan tersebut, Yongsheng juga akan siap menyambut tim Pertamina, khususnya Nicke untuk mengunjungi markas besar Sinopec Group di Beijing.
Selain menandatangani MoU dengan Sinopec, Nicke juga diundang sebagai pembicara utama pada forum Sinopec dengan tema "Mengelola Transisi Energi: Melalui Kemitraan dan Kolaborasi."
Dalam forum itu, ia menjelaskan bahwa Indonesia masih menghadapi beberapa tantangan dalam mencapai keamanan energi.
Tantangan tersebut, seperti ketergantungan pada bahan bakar fosil, penurunan produksi minyak, dan peningkatan terus menerus dalam permintaan energi nasional.
"Keamanan energi merupakan prioritas utama bagi Indonesia. Oleh karena itu, kita perlu mengurangi ketergantungan pada impor dengan mendiversifikasi energi, mengoptimalkan sumber daya energi lokal sambil memperluas akses ke sumber energi yang lebih bersih," ujar Nicke.
Baca juga: Sumber Daya Energi ASEAN Melimpah, Interkonektivitas Jadi Kunci Penuhi Pemintaan
Menurutnya, Indonesia adalah jalur strategis untuk rantai pasokan global dalam transisi energi. Pasalnya, negara ini kaya akan sumber energi terbarukan dan bahan-bahan penting yang dibutuhkan untuk transisi energi, seperti nikel, bauksit, tembaga, termasuk potensi untuk NRE, solusi berbasis alam (NBS), dan CCUS.
Nicke menyebutkan bahwa Pertamina memainkan tiga peran penting dalam membentuk lanskap energi untuk memanfaatkan potensi penting Indonesia.
“Pertama, memastikan ketahanan energi Indonesia dengan meningkatkan kapasitas pasokan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi,” imbuhnya.
Kedua, lanjut Nicke, memobilisasi sumber daya domestik untuk mengurangi defisit perdagangan minyak dan gas dengan meningkatkan penggunaan sumber energi domestik.
Baca juga: 3 Faktor Keberhasilan Transisi Energi: Dekarbonisasi, Desentralisasi, dan Digitalisasi
Ketiga, melakukan dekarbonisasi, efisiensi energi, dan transisi energi, dengan target Emisi Net Zero (NZE).
"Pertamina telah mengembangkan inisiatif strategis yang komprehensif, mencakup dekarbonisasi operasional, mendirikan bisnis emisi karbon rendah, dan melaksanakan program penurunan karbon. Dukungan kuat kami terhadap NZE melibatkan transformasi cara kami menjalankan bisnis dan mengelola operasi perusahaan untuk memprioritaskan keberlanjutan," kata Nicke.
Meski demikian, ia mencatat bahwa Indonesia masih menghadapi hambatan dalam mempercepat transisi energi.
Hambatan tersebut, seperti akses ke pembiayaan yang kompetitif, kemajuan teknologi, pendanaan tahap awal, dan peningkatan kemampuan SDM.
"Oleh karena itu, untuk benar-benar berhasil dalam transisi energi ini, kita menyadari pentingnya dukungan yang tepat dan dorongan melalui kemitraan strategis. Saya percaya bahwa bisnis berkelanjutan dibangun melalui kekuatan kolaborasi dan kemitraan," imbuh Nicke.
Baca juga: Gelar FGD, KemenkopUKM Upayakan Kolaborasi Kembangkan Komoditas Susu
Setelah menghadiri forum, Sinopec mengundang tim Pertamina untuk mengunjungi proyek CCUS yang dioperasikan oleh Sinopec Shengli Oilfield.
Salah satu yang dioperasikan Sinopec Shengli Oilfield adalah chemical enhanced oil recovery (CEOR) untuk meningkatkan produksi dan cadangan hidrokarbon, serta peralatan laboratorium dan pencapaian penting di bidang hidrokarbon tidak konvensional.
Kedua belah pihak mendiskusikan proyek-proyek tersebut secara mendalam untuk membuka potensi kolaborasi antara kedua perusahaan.
Baca juga: Capres Terpilih Dirigen Orkestrasi Transisi Energi
Pertamina sebagai perusahaan pemimpin di bidang transisi energi, berkomitmen dalam mendukung target NZE 2060 dengan terus mendorong program-program yang berdampak langsung pada capaian Sustainable Development Goals (SDGs).
Seluruh upaya tersebut sejalan dengan penerapan environmental, social, and governance (ESG) di seluruh lini bisnis dan operasi Pertamina.