KOMPAS.com – Direktur Keuangan PT Perusahaan Gas Negara ( PGN) Arie Nobelta Kaban menyampaikan, kinerja keuangan PGN pada 2020 mengalami kerugian.
Kendati demikian, kemampuan PGN untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya masih sangat baik.
Bahkan dari perhitungan rasio keuangan, posisi keuangan konsolidasi PGN per 31 Desember 2020 masih tetap baik.
Dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com Sabtu (10/4/2021), PGN menyatakan, perusahaan plat merah ini membukukan pendapatan 2.885,54 juta dolar Amerika Serikat (AS) atau setara dengan Rp 42,7 triliun pada 2020.
Pendapatan itu diperoleh dengan kurs tengah rata-rata periode Januari-desember 2020 sebesar Rp 14.582 per dolar AS.
Dari pendapatan tersebut, PGN mencatat laba operasi sebesar 303,71 juta dolar AS dan Earnings Before Interest, Taxes, Depreciation, and Amortization (EBITDA) sebesar 696,85 juta dolar AS.
Baca juga: PGN Optimis Interkoneksi Pipa Gersem-Kalija Tingkatkan Pemanfaatan Gas Bumi
Pendapatan tersebut merupakan pencapaian dari manajemen PGN yang telah melakukan perbaikan dan program efisiensi di berbagai proses bisnis.
Hal tersebut membuat PGN mampu menurunkan biaya operasional atau opex sebesar 180,4 juta dolar AS atau setara dengan Rp 2,6 triliun, jika dibandingkan dengan tahun 2019.
Tak berhenti di situ, manajemen juga berhasil menurunkan pengeluaran modal atau capex, salah satunya pada pembangunan pipa minyak Rokan, sebesar 150 juta dolar AS atau setara dengan Rp 2,1 triliun.
Pencapaian itu membuktikan posisi keuangan PGN yang tergolong baik, dengan total aset sebesar 7,53 miliar dolar AS.
Aset tersebut termasuk kas dan setara kas sebesar 1,18 miliar dolar AS, total liabilitas 4,57 miliar dolar AS, total ekuitas 2,96 miliar dolar AS, dan rasio lancar sebesar 1,7 kali.
Baca juga: PGN Kejar Target Pembangunan Infrastruktur dan Gasifikasi PLTD Tahun 2021
Untuk diketahui, rasio lancar merupakan perbandingan aset lancar dengan liabilitas jangka pendek.
Lebih lanjut, untuk rasio debt service yang didapatkan dari pembagian EBITDA dengan jumlah beban bunga dan pokok pinjaman, memperoleh hasil sebesar 1,3 kali.
Angka tersebut memperlihatkan bahwa perusahaan masih mampu memenuhi pembayaran bunga dan pokok pinjaman.
Sementara itu, PGN memiliki rasio debt to ekuity sebesar 51:49 yang menunjukkan bahwa komposisi kapital perusahaan dari debt dan ekuity masih seimbang.
Besaran rasio debt to ekuity tersebut juga masih lebih rendah dibandingkan loan covenant yang menunjukkan angka 70:30.
Baca juga: Pekerja Migran Sumbang Devisa Negara Terbesar Kedua Setelah Migas
Melalui perhitungan rasio tersebut, PGN menunjukkan bahwa saat ini pihaknya masih cukup terbuka untuk pendanaan eksternal demi pengembangan perusahaan.
Arie Nobelta Kaban, mayoritas hambatan kinerja keuangan PGN periode 2020 disebabkan oleh faktor eksternal.
Salah satunya adalah sengketa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) periode 2012-2013 yang diajukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui upaya hukum peninjauan kembali (PK).
Adapun upaya hukum PK itu telah mendapat putusan Mahkamah Agung (MA) pada Desember 2020 sebesar 278,4 juta dolar AS.
Selain sengketa PPN, faktor eksternal yang menjadi kendala kinerja keuangan PGN adalah penurunan aset di sektor minyak dan gas sebesar 78,9 juta dolar AS.
Baca juga: Perkuat Sektor Migas, PTP Multipurpose dan PHE Resmikan Fasilitas Shorebase di Pelabuhan Cirebon
“Apabila tanpa kedua faktor yang di luar kendali manajemen, kinerja keuangan PGN masih mencatat laba bersih sebesar 92,5 juta dolar AS,” kata Arie.
Perolehan laba tersebut masih lebih tinggi dibandingkan dengan laba bersih yang distribusikan kepada entitas induk pada 2019 yang sebesar 67,5 juta dolar AS.
Arie mengaku, pihak manajemen telah melakukan berbagai upaya untuk menjaga kinerja perusahaan lewat menyelesaikan sengketa pajak di Mahkamah Agung (MA).
Atas sengketa pajak di MA, kata Arie, perusahaan perlu menjelaskan beberapa hal dengan tetap melakukan upaya-upaya hukum lebih lanjut sebagai berikut.
Pertama, kasus putusan PPN PGN hanya spesifik pada periode 2012-2013 saja.
Kedua, sejak 2014 sampai sekarang, kasus sengketa PPN dimenangkan oleh PGN atau telah ditetapkan bahwa gas bumi bukan objek PPN sesuai surat DJP pada Januari tahun 2020.
Baca juga: Contoh Komoditas Migas Indonesia yang Diekspor
Ketiga, upaya hukum yang telah dilakukan PGN antara lain fatwa MA untuk 18 perkara yang telah diputus dan pelaksanaan kontra memori PK untuk 6 sisa perkara yang masih berjalan.
Lalu berupaya untuk meminta pendapat ahli dan pengacara negara (Jamdatun) selaku pihak berwenang, serta mengajukan surat permohonan keadilan kepada Ketua MA.
Keempat, PGN akan meminta fatwa non executable, karena gas bumi bukan objek pajak PPN sudah sesuai dengan ketentuan undang-undang pajak, serta masa pajak juga sudah kedaluwarsa, yaitu periode 2012-2013.
Kelima, PGN akan meneruskan tagihan yang didapat dari DJP kepada pelanggan. Hal ini menjadi upaya terakhir dari PGN sebagai wajib pungut (wapu).
Arie berharap, kelima upaya tersebut akan mendapatkan reverse tax serta kepastian insentif dari pelaksanaan penugasan pemerintah.
Baca juga: Erick Thohir: Kalau Izin Buka Pertashop Sulit, Pertamina Mesti Turun
Terkait permasalahan perpajakan, lanjut dia, PGN akan mengikuti ketentuan hukum yang ada, namun masih tetap mengupayakan langkah-langkah hukum serta memitigasikan risiko terbaik.
“Komitmen kami adalah memastikan bahwa kepatuhan terhadap hukum dan mitigasi risiko adalah bagian dari upaya PGN untuk menjaga fundamental dan menjamin keberlangsungan bisnis perseroan dalam jangka panjang," tuturnya.
Sehubungan dengan penugasan penerapan kebijakan harga sebesar 6 dolar AS per Metric Million British Thermal Unit (MMBTU), pemerintah telah menyetujui pemberian intensif kepada PGN.
Hal tersebut termuat dalam Keputusan Menteri (Kepmen) 89.K/2020 dan Kepmen 91.K/2020, sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri (Permen) 8/2020 dan Permen 10/2020.
Adapun bentuk insentif yang akan diberikan pemerintah kepada PGN hingga saat ini masih dalam pembahasan.
Sementara itu, terkait dengan penurunan atau impairment aset minyak dan gas bumi (migas), pihak manajemen PGN akan mengoptimalkan aset demi mendukung keberlanjutan bisnis dan security of supply.
Pihak PGN berharap, upaya dan strategi jangka panjang yang akan dilaksanakan tahun ini bisa menghasilkan reserve tax, realisasi insentif, keuntungan kegiatan operasional, efisiensi, serta optimasi capex dan opex, demi mencetak laba dan memperbaiki kinerja.
Sebagai sub holding gas PT Pertamina dan pengelola 96 persen dari infrastruktur hilir gas bumi nasional, PGN berkomitmen untuk terus menjadi solusi pemenuhan energi nasional.
Baca juga: Olah TKP Kebakaran Kilang Balongan Dimulai, Polisi Periksa 52 Pegawai Pertamina
Komitmen itu akan dilakukan melalui pengembangan infrastruktur dan pemanfaatan gas bumi nasional.
Pihak PGN mengaku tak akan berhenti memperluas jangkauan ke seluruh wilayah Indonesia demi pemerataan akses energi ramah lingkungan, meski harus menghadapi berbagai tantangan yang menghadang.