KOMPAS.com - Kawasan Asia Tenggara diyakini memiliki potensi untuk terus mengembangkan market dan meningkatkan kompetisi logistiknya di kancah global.
Perkembangan industri e-commerce yang semakin pesat ditambah dengan tren bisnis berkelanjutan ramah lingkungan, akan menjadi tantangan sekaligus peluang menjanjikan.
Pembahasan sektor logistik tersebut diulas secara intens dalam rangkaian event Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) Indonesia 2023, Bloomberg Executive Lunch Session 'Navigating The ASEAN’s Logistics Landscape, Overcoming Complexity for Success'.
Ulasan itu dibahas dengan beberapa pembicara, di antaranya Chief Executive Officer (CEO) PT Pertamina International Shipping (PIS) Yoki Firnandi, Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Kemaritiman) Jodi Mahardi, pengamat ekonomi politik Asmiati Malik, dan Managing Partner McKinsey Indonesia Khoon Tee Tan.
“Bisa dilihat dengan jelas bahwa di Asia Tenggara, market industri logistik sedang berkembang pesat pada saat ini,” ujar Jodi Mahardi dalam diskusi yang diselenggarakan pada Rabu (6/9/2023).
Baca juga: Asosiasi E-Commerce Indonesia Sebut Perlu Adanya Regulasi untuk Social Commerce
Perkembangan tersebut, lanjut dia, didorong oleh beberapa hal, antara lain berkembangnya industri e-commerce, konektivitas sambungan berkecepatan tinggi yang terus tumbuh, hingga digitalisasi.
Menurut Jodi, tingkat pertumbuhan tahunan bisa menjadi peluang tumbuhnya pendapatan di sektor perkapalan. Apalagi, rata-rata tingkat pertumbuhan tahunan dari 2023 hingga 2030 sebesar 10,7 persen.
Ia menilai, Indonesia memiliki potensi untuk menaikkan indeks kompetitif logistik.
Potensi tersebut dapat dilihat dari proyek-proyek infrastruktur strategis yang gencar dibangun dalam 10 tahun terakhir untuk mendukung sistem logistik.
“Tentunya tantangan Indonesia sendiri adalah negara kepulauan yang terdiri dari 17.000 lebih pulau. Salah satu strateginya adalah dengan membantu konektivitas antarpulau. Dari sisi kebijakan, kita juga perlu mendorong digitalisasi di segala aspek,” kata Jodi dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Selasa (12/9/2023).
Baca juga: Pertemuan Meja Bundar Bisnis Borneo Jadikan IKN sebagai Pusat Ekonomi Hijau ASEAN
Ia juga menyoroti mengenai green economy atau ekonomi hijau yang akan menjadi potensi bisnis logistik dalam upaya transisi energi guna mendukung Net Zero Emission (NZE) 2060 .
“Green economy adalah masa depan, bagaimana kita bisa menangkap peluang ini dengan mulai menyiapkan dekarbonisasi di sektor logistik dan juga bisnis energi ramah lingkungan,” imbuh Jodi.
Menurutnya, hal tersebut merupakan peluang bagi PIS yang bisa mengembangkan kapal dual fuel dan bahkan angkutan carbon capture utilization and storage (CCUS).
Pada kesempatan yang sama, CEO PIS Yoki Firnandi mengatakan, pihaknya memiliki aset yang tidak hanya siap mendukung kemajuan industri logistik nasional, tetapi juga menjadi kebanggaan Indonesia di kawasan ASEAN.
Baca juga: Setelah KTT ASEAN, Jumlah Calon Investor IKN Terus Bertambah Jadi 281
Mengoperasikan lebih dari 300 kapal dan berlayar di 26 rute internasional, PIS terus berkembang untuk menjadi perusahaan perkapalan dan logistik maritim terkemuka di Asia Tenggara.
“Kami terus berinvestasi lebih banyak dan memperluas bisnis kami di Asia, karena kami tahu masa depan dunia ada di Asia yang tengah berkembang cepat,” ujar Yoki.
Ia mengungkapkan, terdapat peluang besar di sektor pelayaran internasional.
Oleh karena itu, kata Yoki, pihaknya menyusun strategi dan melakukan transformasi terutama untuk peningkatan transportasi dan logistik energi.
Sementara itu, ahli ekonomi dan politik internasional Asmiati Malik sepakat bahwa ASEAN memiliki kunci untuk terus berkembang.
Baca juga: Setelah KTT ASEAN, Jumlah Calon Investor IKN Terus Bertambah Jadi 281
Apalagi, ASEAN memiliki posisi sebagai kawasan yang masuk dalam tiga besar pasar dengan pertumbuhan paling signifikan di dunia.
“Namun, ASEAN memiliki tantangan utama untuk berkembang, antara lain terkait fokus anggaran yang seharusnya bisa lebih banyak di sektor maritim dan tentunya transparansi dari anggaran tersebut,” tutur Asmiati.
Senior Partner McKinsey & Company Indonesia Khoon Tee Tan juga menekankan pentingnya investasi di sektor digitalisasi untuk percepatan industri logistik ASEAN.
“Saat ini negara-negara ASEAN masih terfragmentasi sehingga hanya ada pelaku-pelaku bisnis skala kecil. Ini yang perlu dikolaborasikan agar bisnis di kawasan Asia Tenggara bisa lebih besar,” ujarnya.
Baca juga: 10 Perguruan Tinggi Terbaik di Asia Tenggara, Ada 2 dari Indonesia
Secara keseluruhan, para pembicara optimistis kawasan Asia Tenggara, terutama Indonesia, memiliki potensi untuk terus berkembang dengan aset-aset dan keunggulan yang dimiliki saat ini.
Selain upaya digitalisasi yang perlu semakin digencarkan, dukungan regulasi juga menjadi kunci untuk bisa menjawab tantangan industri logistik ASEAN yang semakin kompetitif pada masa depan.