JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia ( MTI) Tory Damantoro mengatakan, terdapat berbagai masalah yang berulang terkait angkutan Lebaran pada arus mudik dan arus balik Lebaran setiap tahun.
"Sebagai rekomendasi, MTI memberikan tiga opsi terkait penyelenggaraan angkutan Lebaran 2024 untuk menjamin keamanan dan kenyamanan masyarakat. Tiga opsi tersebut terdiri dari pola perjalanan, pola transportasi, serta pola lalu lintas," kata Tory saat memberikan keterangan persdi Kantor Pusat Jasa Raharja, Jakarta, Senin (1/4/2024).
Pertama, pola perjalanan. Tory menjelaskan, pola perjalanan merupakan penanganan lalu lintas dengan mempertimbangkan jumlah pemudik pada masa puncak Lebaran atau kegiatan nasional lain, seperti Natal dan Tahun Baru.
Baca juga: Dirut Jasa Raharja Hadiri Rakor Lintas Sektoral Operasi Ketupat 2024
Ia menyatakan, selama musim Lebaran, volume kendaraan yang tinggi menyebabkan kemacetan dan memperpanjang waktu perjalanan. Meningkatnya volume kendaraan juga menyebabkan kelelahan pengemudi dan kurangnya kesadaran akan aturan lalu lintas.
Selain pengemudi, MTI juga menaruh perhatian pada keamanan penumpang, terutama terkait kejahatan di tempat ramai.
Sebagai solusi, MTI mengusulkan pengaturan ruang dan waktu untuk mengurai kepadatan lalu lintas dan menekan terjadinya kecelakaan lalu lintas saat arus mudik-balik Lebaran 2024.
Pemerintah serta stakeholder terkait dapat memberlakukan sistem terintegrasi antarregulasi dan pedoman terkait perjalanan mudik
“Pemerintah juga harus memberikan bantuan dan dukungan kepada penumpang dalam memenuhi persyaratan perjalanan yang berlaku,” ujar Tory.
Rekomendasi kedua, lanjut Tory, adalah pola transportasi. Menurutnya, baik pemerintah dan operator transportasi harus mengetahui kapasitas layanan dan cara mengatur kapasitas sesuai pergerakan arus puncak perjalanan selama lebaran.
Baca juga: Jasa Raharja Jamin Seluruh Korban Luka Kecelakaan Beruntun di Gerbang Tol Halim
Dia mengatakan, operator transportasi, baik di lingkungan badan usaha milik negara (BUMN) maupun swasta, perlu melakukan koordinasi dan sinergi untuk melaksanakan pola transportasi.
Terlebih, kemajuan teknologi komunikasi dan informasi dapat memudahkan koordinasi antaroperator transportasi.
Kerja sama operator transportasi dapat membantu masyarakat mendapatkan informasi ketersediaan dan kapasitas layanan tanpa perlu pergi ke simpul transportasi.
MTI juga menekankan integrasi perjalanan antara satu moda dengan moda lain. Tujuannya, supaya pemudik dapat menggunakan kendaraan terintegrasi setelah sampai di lokasi tujuan.
“Misalnya, pemudik yang sudah menggunakan kereta api untuk mudik bisa langsung menggunakan kendaraan penyambung untuk menuju kampung halaman. Oleh karena itu, mode transportasi pada setiap simpul sangat diperlukan,” ujarnya.
Terakhir, pola lalu lintas. MTI mendorong para pemangku kepentingan melakukan pengaturan manajemen dan rekayasa lalu lintas yang proaktif. Insiatif ini dilakukan dengan memantau dan mengevaluasi kondisi lalu lintas dan kebutuhan transportasi secara real-time.
Adapun rekayasa lalu lintas yang kerap dilakukan selama arus mudik dan balik Lebaran adalah perlakukan satu arah, ganjil genap, serta contraflow.
Terkait pola lalu lintas, MTI mengimbau agar pemangku kepentingan menyediakan jalan dua arah di kedua sisi jalan tol.
Tujuannya, supaya bus yang mengantarkan penumpang ke lokasi tujuan dapat kembali pulang tanpa terdampak rekayasa lalu lintas.
“Pemberlakuan tol satu arah dilakukan jika arus lalu lintas sudah tidak memungkinkan,” tutur Tory.
Baca juga: Jasa Raharja Gelar Verifikasi Data dan Pengambilan Atribut Calon Peserta Mudik Gratis
Selain itu, Tory meminta agar pemerintah mempertimbangkan untuk membolehkan angkutan barang melintas selama arus mudik dan lebaran.
Selama ini, pemerintah melarang angkutan barang melintas pada puncak arus mudik. Padahal, kendaraan pengangkut barang mendistribusikan berbagai kebutuhan untuk masyarakat selama Lebaran.
Selain arus mudik dan balik Lebaran, MTI juga menekankan pentingnya keselamatan selama masyarakat berada di tempat wisata selama liburan. Oleh karena itu, penanganan keselamatan di lokasi wisata perlu ditingkatkan.
Tory mengatakan, MTI mendorong para pemangku kepentingan untuk meningkatkan penanganan 30 menit pertama pada korban kecelakaan. Penanganan yang tepat pada 30 menit pertamaterbukti signifikan mengurangi fatalitas kecelakaan.
“Kami himbau pemangku kepentingan di sektor keselamatan transportasi, terutama darat, meningkatkan upaya keselamatan arus mudik dan balik selama liburan,” tambahnya lagi.