KOMPAS.com - Kekeringan menjadi ancaman serius bagi ketahanan pangan Indonesia. Selama musim kemarau 2023, misalnya, Data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat, sebagian besar wilayah Indonesia mengalami curah hujan di bawah normal.
Alhasil, 27.000 ha tanaman padi terdampak kekeringan dengan 2.269 ha lahan padi menderita gagal panen.
Dampak musim kemarau dirasakan oleh petani di Desa Uma Palak Lestari, Kelurahan Peguyangan, Denpasar Utara, Bali. I Made Darayasa, salah satu petani di sana, menyampaikan bahwa subak di desanya terancam kekurangan air saat kemarau.
“Dampaknya produksi padi menurun, bahkan bisa gagal panen," ucapnya seperti dikutip Kompas.com dari siaran pers, Senin (12/5/2025).
Subak sendiri merupakan sistem irigasi persawahan tradisional di Bali yang dikelola oleh masyarakat lokal secara adat.
Tak berpangku tangan, warga desa berikhtiar mencari jalan keluar. Mereka bekerja sama dengan Aviation Fuel Terminal (AFT) Ngurah Rai Pertamina Patra Niaga untuk mempelajari dan menerapkan teknologi mengatasi tantangan produksi tani.
“Melalui inovasi sistem pengairan Suplai Energi Manajemen Irigasi Uma Palak atau SIUMA dari tim Pertamina, kami berhasil memperbaiki irigasi di lahan padi," jelas I Made Darayasa.
SIUMA menggunakan sensor kelembapan tanah berbasis internet of things (IoT) yang terkoneksi langsung ke grup WhatsApp petani. Dengan begitu, petani bisa mengambil keputusan irigasi secara real-time.
Ditambah bantuan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) berkapasitas 21 kWp dan mikrohidro, pengoperasian sistem pengairan jadi hemat biaya.
Apalagi, sistem mikrohidro memanfaatkan limbah non-B3 berupa gulungan selang yang sudah tidak terpakai dari mobil distribusi avtur AFT Pertamina Ngurah Rai.
VP Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Fadjar Djoko Santoso menyebut, Desa Uma Palak merupakan bagian dari program Desa Energi Berdikari (DEB) yang digagas Pertamina bersama masyarakat.
Fadjar mengungkapkan, saat ini terdapat 172 DEB yang tersebar di Indonesia. Sebanyak 31 DEB mengusung tema ketahanan pangan, termasuk program di Desa Uma Palak Lestari.
"Pemanfaatan energi terbarukan di DEB Uma Palak Lestari juga berhasil mengurangi emisi karbon sebesar 27,3 ton CO2 ekuivalen per tahun,” ujar Fadjar.
Sebanyak 408 penerima manfaat petani, termasuk 24 perempuan petani, telah merasakan langsung manfaat dari transformasi kawasan ini. Manfaat itu meliputi akses EBT, pelatihan pertanian organik, hingga peningkatan peluang ekonomi melalui wisata dan produk hasil tani.
Lurah Peguyangan I Gede Sudi Arcana menyebut bahwa program tersebut membawa dampak positif. Inovasi teknologi ini mampu menekan biaya operasional hingga Rp 700.000 per bulan.
DEB Uma Palak juga berhasil meningkatkan produksi padi organik 2,3 kali lipat, dari 5,1 ton per ha menjadi 7,5 ton per ha.
Seluas 5 ha sawah padi organik kini dikelola secara berkelanjutan dan menghasilkan omzet Rp 476 juta per tahun.
Ia menambahkan, warga juga memanfaatkan traktor elektrik dalam mengolah sawah. Dengan demikian, mereka mampu menghemat biaya operasional dari semula Rp 25.000 per are menjadi Rp 15.000 per are.
DEB Uma Palak terus berkembang. Kini, desa ini menjadi kawasan ekowisata edukatif. Dilengkapi ruang terbuka hijau, jalur joging, area kafe, dan camping ground, pihak desa mampu mendatangkan 72.000 kunjungan wisatawan per tahun.
Alhasil, sektor ini menambah pundi pendapatan warga desa sebesar Rp 64 juta per tahun.
Program DEB menjadi wujud nyata komitmen Pertamina dalam mendukung transisi energi dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB), khususnya TPB 2, yakni Tanpa Kelaparan, TPB 7 Energi Bersih dan Terjangkau, dan TPB 13 Penanganan Perubahan Iklim.
Sebagai pemimpin transisi energi, Pertamina berkomitmen mendukung target Net Zero Emission 2060 melalui inisiatif berbasis komunitas yang berdampak langsung dan konsisten menerapkan prinsip environmental, social, and governance (ESG) dalam seluruh operasionalnya.